Tuesday, June 22, 2010

Suatu Saat Ketika Piala Dunia

rajin itu pangkal pandai dan hemat itu pangkal kaya.

kalimat-kalimat ini sudah sangat tidak asing di dalam kamus saya. walaupun sudah jarang saya lihat dan saya baca pada akhir2 ini, tapi saya yakin segerombolan kata di atas begitu mudah dapat saya temukan lagi dalam ruang memori penyimpanan kosa kata saya. saya sendiri merasakan bahwa saya tak butuh waktu lama untuk mengenali, mengingat, dan membayangkan kata2 itu dan seluruh kenangan yang menjadi latar belakang dari kalimat2 tsb. bhkn hanya sekitar tiga detik setelah mendengar kalimat2 itu saya langsung terbayang buku2 pelajaran sd, ibu guru dan bapak guru yang sering mengajarkan kalimat2 itu bahkan termasuk kpd teman2 masa kecil saya yang berlatih membaca dengan kalimat2 itu. Begitu mudah dan ringannya kalimat itu hingga mungkin cukup satu neuron saja yang bekerja untuk mengingatnya.

Pertanyaanya, kenapa kalimat itu begitu mudah diingat? ada bermacam-macam sebab sebenarnya, tapi yang saya tau dan saya alami sendiri bahwa kata2 itu begitu lekat dan mudah diingat oleh saya karena segerombolan kata tersebut telah mengisi perbendaharaan kata saya sejak saya masih belajar bagaimana caranya berbicara. sejak kecil orang tua saya sudah menganjurkan untuk berhemat dan meneladankan kerajinan. ditambah lagi saat mulai menginjak bangku sekolahan, entah itu di play group, di taman kanak2 dan di sekolah dasar, saya didoktrinasi oleh guru2 saya dengan kalimat2 itu "rajin pangkal pandai dan hemat pangkal kaya". Tiap hari rasanya saya selalu dicekoki dengan kalimat2 seperti itu. padahal masa kecil adalah masa dimana daya ingat berkembang dengan sangat luar biasa pesat. jadi, tak heran jika saat ini saya masih begitu mudah mengenali kalimat2 indah tsb krn doktrin yang saya terima telah terlanjur "ngoyot" di otak saya.

akan tetapi, walaupun sama2 kenal dan ingat dengan kalimat 2 tersebut, bagaimanapun juga tetap ada perbedaan antara masa dahulu dengan sekarang. kalau dulu saat masa kecil kalimat itu benar2 menjadi doktrin, benar2 ditaati, dipatuhi, dihormati, dan dimuliakan, maka sekarang sudah agak melenceng dari pakemnya yang dulu yaitu walaupun dikenal, dihormati, dan dimuliakan, tetapi jarang untuk ditaati, dipatuhi, apalagi dikerjakan. contoh yang mudah saja, beberapa waktu yang lalu saya punya tugas untuk mempelajari sebuah materi tentang pelajaran biologi kemudian merangkum dan mengetiknya menjadi sebuah ringkasan materi. Materi itu bisa dikatakan cukup lumayan banyak dan karenanya pula imbalannya pun lumayan. Nah.. kalau berdasarkan peribahasa "rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya" di atas maka saya yang sudah tau tentang peribahasa itu seharusnya segera mempelajarinya kemudian menatap layar monitor dan menarikan jari di atas keyboard untuk segera merampungkan job itu sehingga segera memahami materi dan segera mendapat imbalannya sehingga bisa mendapat job2 yang lainnya.

Hal itu mungkin saja terjadi jika saya masih berada di masa dahulu, masa dimana saya masih menggenggam pakem peribahasa “rajin pangkal pandai hemat pangkal kaya”. tetapi, itu dulu.. padahal saat ini saya berada di masa sekarang yang notabene masa yang penuh kebebasan, reformasi, dan pemberontakan thd norma2 dan pakem2 yang ada. maka, dengan alasan kebebasan pula, saya sementara membuang "rajin pangkal pandai hemat pangkal kaya" itu dan menunda pengerjaan job saya hanya untuk menonton sebuah pertandingan sepakbola antar timnas di piala dunia.
saya tau bhw jika saya menunda pengerjaan job itu pasti akan menimbulkan efek domino yang walaupun tidak sampai menimbulkan bencana tapi pasti cukup mengganggu kenyamanan hidup saya. mungkin saja, karena menonton pertandingan bola saya jadi lelah kemudian ketiduran dan jadwal pengetikan naskah jadi molor, akibatnya menyita waktu kegiatan yang lain. Kemudian menimbulkan efek domino yang kurang bagus bagi aktivitas2 lain hingga akhirnya mengalami episode "kejar tayang" krn deadline yang sudah didepan hidung.

Akan tetapi, ternyata, walaupun saya telah tau ttg efek penundaan itu, saya tetap saja menunda pekerjaan saya hnya untuk menonton sebuah pertandingan sepakbola di pentas piala dunia. Padahal deadline pekerjaan saya itu benar2 sudah di dpn mata saya. Saya tau memang kalau dihitung2 secar logika, saya ini tolol bukan main. Hanya demi melihat permainan 22 orang memperebutkan sebuah bola mnjdkan saya rela untuk meninggalkan tugas saya yang bisa dikatakan sangat menentukan kredibilitas saya di mata orang2.

Tapi tunggu dulu, bagi saya, terkadang permainan 22 orang dg satu bola tadi mmg bisa lebih saya dahulukan daripada pekerjaan. Bhkn terkadang hny krn ingin melihat permainan satu atau dua orang saja saya bisa menunda pekerjaan. Sebenarnya tidak ada alasan khusus. Bukan apa-apa. Saya hanya ingin menonton permainan mereka saja.

Lalu, kenapa pemain bola itu lebih saya dahulukan drpd pekerjaan saya? pemain yang saya tahu dengan pasti tidak mengenal saya, yg bhkn mendengar nama saya pun belum pernah. Pantaskah ia? Saya yakin ada begitu banyak orang yang setuju dengan saya jika saya mengatakan bhw mmg tak pantas menomorduakan pekerjaan dan menomorsatukan pertandingan sepak bola. Tetapi, jika yang ditonton adalah para pejuang2 yang bertarung mati2an di atas lapangan rumput untuk memperjuangkan kehormatan dan kejayaan negaranya, memperjuangkan sebuah glory bagi negaranya, saya rela menomorduakan pekerjaan. Apalagi jika yang ditonton adalah pemain seperti Lionel Messi yang mampu meliuk-liuk sambil membawa bola dan melewati sekian banyak pemain lawan yang berusaha mati2an untuk menjegal larinya. Atau jika yang ditonton adalah pemain seperti Kaka yang begitu elegan mempertunjukkan joga bonito bersama para punggawa pemain lainnya. Atau mungkin seperti Ronaldo yang mendribble bola dengan lincah dan bertenaga melewati beberapa pemain lawan kemudian mengakhirinya dengan sebuah tendangan jarak jauh yang keras yang mampu membuat kiper tak berdaya. Dan jika mereka benar2 sedang bermain, maka saya bersedia menahan pekerjaan saya untuk menonton permainan mereka.

Bukan apa2, hanya saja saya ingin memberi penghormatan kepada mereka, kepada Messi, Ronaldo, Kaka, Torres, Rooney. kepada para pemain yang mampu mendribble bola untuk melewati sekaligus mempecundangi musuh2nya itu. Kenapa? Krn bhkn jika anda sadar, pemain yang mampu memporakporandakan pertahanan lawan lalu mencetak gol ke gawang musuhnya itu tidak hanya mempecundangi kiper dan keempat pemain belakangnya, tapi turut pula mempecundangi semua pemain lainnya, mempecundangi manajer dan seluruh officialnya, juga mempecundangi sebuah negara beserta seluruh penduduk negaranya!

Maka, jika yang bermain adalah mereka2 itu, para pejuang yang sedang memperjuangkan kehormatan dan kejayaan negaranya, maka saya dengan senang hati menunda pekerjaan saya untuk menonton mereka bermain bola sebagai bentuk penghormatan saya kepada pahlawan2 bangsa tersebut..

(rakha lumti,2010)

No comments:

Post a Comment